PUNGGAWALIFE – Kebiasaan mengecek ponsel pintar (smartphone) tanpa adanya notifikasi atau “phantom checking” kini menjadi fenomena yang semakin umum di kalangan masyarakat Indonesia. Perilaku ini ternyata bukan sekadar kebiasaan sederhana, melainkan dapat berkembang menjadi masalah kesehatan mental yang perlu mendapat perhatian serius.
Dr. Ahmad Susilo, psikolog klinis dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, menjelaskan bahwa fenomena phantom checking terjadi ketika seseorang secara refleks membuka layar smartphone meski tidak ada pemberitahuan masuk. “Otak manusia memiliki kecenderungan untuk mencari stimulus secara berkelanjutan. Ketika tidak ada rangsangan baru, otak akan mengompensasi dengan mencari sumber informasi lain, termasuk membuka layar ponsel.
Menurut data Kementerian Kesehatan RI tahun 2024, perilaku ini dapat menjadi indikator awal dari ketergantungan ringan terhadap perangkat digital atau yang dikenal dengan istilah nomophobia (no mobile phone phobia). Survei yang dilakukan terhadap 2.500 responden di lima kota besar Indonesia menunjukkan bahwa 73 persen pengguna smartphone mengalami phantom checking minimal 15 kali dalam sehari.
Dampak Terhadap Produktivitas dan Hubungan Sosial
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Maxi Rein Rondonuwu, menyatakan bahwa kebiasaan mengecek smartphone secara berlebihan dapat mengganggu konsentrasi dan menurunkan kualitas interaksi sosial. “Kami mencatat adanya peningkatan keluhan terkait gangguan fokus dan kesulitan berkonsentrasi, terutama di kalangan pekerja dan pelajar,” katanya.
Penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia pada 2024 mengungkapkan bahwa phantom checking dapat memecah konsentrasi hingga 40 persen dan membutuhkan waktu rata-rata 8 menit untuk kembali fokus pada aktivitas semula. Hal ini berdampak signifikan pada produktivitas kerja dan prestasi akademik.
Psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia) menambahkan bahwa perilaku ini juga dapat merusak kualitas hubungan interpersonal. “Ketika seseorang terlalu sering mengecek ponsel, hal ini dapat mengganggu komunikasi tatap muka dan menciptakan barrier dalam hubungan sosial.
Strategi Mengurangi Ketergantungan Digital
Untuk mengatasi masalah ini, para ahli merekomendasikan beberapa strategi praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, pengaturan waktu penggunaan smartphone dengan memanfaatkan fitur screen time atau aplikasi digital wellbeing yang tersedia di sebagian besar perangkat modern.
Kedua, penerapan “digital detox” dengan mengaktifkan mode senyap atau mode pesawat pada jam-jam tertentu, terutama saat bekerja atau belajar. Ketiga, menciptakan zona bebas smartphone, seperti meja kerja atau kamar tidur, untuk mengurangi godaan mengecek perangkat.
Dr. Ahmad Susilo juga menyarankan penerapan “morning ritual” dengan memberikan jeda minimal 15 menit setelah bangun tidur sebelum menyentuh layar smartphone. “Otak membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan kondisi terjaga. Langsung mengecek ponsel dapat memicu siklus kecemasan dan ketergantungan sepanjang hari,” ujarnya.
Dampak Jangka Panjang Terhadap Kesehatan
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, dr. Fidiansjah, Sp.KJ, memperingatkan bahwa phantom checking yang dibiarkan tanpa kontrol dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental jangka panjang.
“Kami mengamati korelasi antara penggunaan smartphone berlebihan dengan gangguan tidur, kelelahan mata digital, dan peningkatan tingkat stres,” katanya. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2024 menunjukkan bahwa 45 persen pengguna smartphone melaporkan mengalami gangguan pola tidur yang berkaitan dengan penggunaan perangkat digital sebelum tidur.
Selain itu, paparan sinar biru dari layar smartphone dalam jangka panjang dapat menyebabkan sindrom mata kering dan gangguan penglihatan. Asosiasi Oftalmologi Indonesia mencatat peningkatan kasus miopia progresif di kalangan remaja yang berkorelasi dengan intensitas penggunaan perangkat digital.
Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Merespons fenomena ini, Kementerian Kesehatan berencana meluncurkan kampanye nasional “Bijak Berdigital” pada kuartal kedua 2025. Program ini akan fokus pada edukasi masyarakat tentang penggunaan teknologi yang sehat dan berkelanjutan.
“Teknologi digital adalah alat yang sangat bermanfaat, namun penggunaannya harus bijaksana dan terkontrol. Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih aware terhadap pola penggunaan smartphone mereka,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan tertulis.
Para ahli menekankan bahwa pengendalian phantom checking bukan tentang menghindari teknologi sepenuhnya, melainkan menciptakan keseimbangan yang sehat antara kehidupan digital dan dunia nyata. Langkah sederhana seperti mengatur notifikasi, menciptakan rutina tanpa smartphone, dan meningkatkan kesadaran diri dapat membantu masyarakat terhindar dari dampak negatif ketergantungan digital.