Waspada! Video Pendek Bisa Merusak Fokus Anak, Ini Kata Psikolog

PUNGGAWALIFE, LIFESTYLE — Era digital telah mengubah cara kita mengonsumsi konten, namun apakah semua perubahan ini baik untuk perkembangan anak?

Fenomena video pendek kini tengah menjadi sorotan serius di kalangan para ahli perkembangan anak. Pasalnya, tren yang semula populer di kalangan remaja dan dewasa ini kini telah merambah ke kelompok usia yang lebih muda, termasuk anak-anak usia sekolah dasar.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Dalam acara talkshow “Keluarga Cerdas Berinternet” yang diselenggarakan oleh Google dan YouTube di Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2025), seorang psikolog anak memberikan peringatan keras kepada para orangtua.

Peringatan Keras dari Ahli

Saskhya Aulia Prima, seorang Psikolog Anak dan Keluarga sekaligus Founder TigaGenerasi, menegaskan bahwa video berdurasi pendek sebaiknya dihindari dalam keseharian anak. Menurutnya, dampak negatif dari konten ini tidak hanya terbatas pada anak-anak, bahkan orang dewasa pun dapat terpengaruh.

“Kalau bisa dihindari dulu konten video pendek pada anak. Karena pada orang dewasa aja, kalau nonton video pendek itu mendapatkan dopamine-nya sangat cepat,” tegas Saskhya dalam kesempatan tersebut.

Bahaya Dopamin Instan

Apa yang membuat video pendek begitu berbahaya? Saskhya menjelaskan bahwa kunci masalahnya terletak pada mekanisme dopamin yang dihasilkan otak ketika mengonsumsi konten singkat. Dopamin, yang dikenal sebagai hormon kebahagiaan, dilepaskan secara berlebihan dan cepat saat menonton video pendek.

Kondisi ini menciptakan ketergantungan psikologis yang berbahaya. Otak menjadi terbiasa dengan rangsangan instan dan menuntut kepuasan yang cepat. Akibatnya, aktivitas yang membutuhkan fokus lebih lama, seperti membaca buku atau menyelesaikan tugas sekolah, menjadi terasa membosankan dan sulit dilakukan.

“Itu yang membuat kita jadi mindless scrolling. Kemudian kita yang dewasa itu kalau baca atau nonton sesuatu yang lebih panjang itu jadi malas dan cepat bosan, sama halnya dengan anak,” jelas Saskhya.

Dampak Jangka Panjang yang Mengkhawatirkan

Kebiasaan menonton video pendek ternyata dapat memberikan dampak yang berlangsung hingga anak dewasa. Saskhya menekankan bahwa rentang perhatian (attention span) anak yang tidak dilatih dengan baik dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam belajar dan berkonsentrasi di masa depan.

“Fokus anak dan attention span-nya harus dilatih, sehingga sebaiknya jangan dikenalkan dulu anak pada video pendek demi fokus perkembangannya,” tegasnya dengan tegas.

Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang terbiasa dengan stimulasi cepat cenderung mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas yang membutuhkan konsentrasi berkelanjutan. Hal ini dapat berdampak pada prestasi akademis dan kemampuan sosial mereka.

Pengecualian dalam Kondisi Tertentu

Meskipun memberikan peringatan keras, Saskhya tetap memberikan ruang untuk pengecualian dalam kondisi tertentu. Ia memahami bahwa ada kalanya anak membutuhkan informasi yang hanya tersedia dalam format video singkat, terutama untuk keperluan tugas sekolah.

“Kecuali, untuk mencari informasi tentang tugas yang memang adanya di situ. Tapi sebisa mungkin jangan dijadikan kebiasaan untuk anak,” ujarnya sambil menekankan pentingnya pengawasan orangtua.

Solusi dan Alternatif

Sebagai solusi, Saskhya menyarankan agar orangtua lebih selektif dalam memilih jenis konten digital yang diberikan kepada anak. Ada banyak cara lain yang lebih sesuai dengan tahap perkembangan anak untuk mengakses informasi, seperti buku interaktif, permainan edukatif, atau video pembelajaran yang lebih panjang dan terstruktur.

Orangtua juga diharapkan dapat menjadi teladan yang baik dengan membatasi penggunaan video pendek di hadapan anak. Menciptakan waktu berkualitas tanpa gadget dan mengajak anak melakukan aktivitas yang melatih fokus, seperti membaca bersama atau bermain puzzle, dapat menjadi alternatif yang lebih sehat.

Pesan untuk Orangtua Modern

Di era digital ini, tantangan orangtua semakin kompleks. Mereka tidak hanya harus memahami perkembangan teknologi, tetapi juga dampaknya terhadap perkembangan anak. Saskhya menekankan bahwa keseimbangan adalah kunci utama dalam mendidik anak di era digital.

“Kita harus bijak dalam memanfaatkan teknologi untuk mendukung perkembangan anak, bukan malah menghambatnya,” tutup Saskhya.

Pesan ini menjadi pengingat penting bagi semua orangtua untuk lebih waspada terhadap konten yang dikonsumsi anak-anak mereka. Masa depan anak sangat bergantung pada keputusan yang diambil orangtua hari ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *