PUNGGAWALIFE, BLOG — Peneliti Indonesia berhasil mengembangkan varietas unggul keladi tikus (Typhonium flagelliforme) yang berpotensi menjadi terobosan dalam pengobatan kanker. Tanaman hias yang selama ini dikenal sebagai tanaman dekoratif ini ternyata menyimpan kandungan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker.
Keladi tikus merupakan tumbuhan sejenis talas yang berasal dari Asia dan tumbuh di tempat terbuka pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Menurut data Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, tanaman ini tersebar di Malaysia, Indonesia, dan Korea Selatan. Di Indonesia, keladi tikus dapat ditemukan di sepanjang Pulau Jawa, sebagian Kalimantan, Sumatra, dan Papua.
Secara morfologi, keladi tikus memiliki ciri khas daun hijau bulat berujung runcing dengan tinggi 25-30 cm dan umbi berbentuk bulat sebesar buah pala.
Kandungan Senyawa Antikanker
Penelitian menunjukkan bahwa keladi tikus mengandung senyawa bioaktif yang mampu menghambat hingga mematikan pertumbuhan sel kanker, yaitu alkaloid, triterpenoid, dan lignan (polifenol). Selain itu, tanaman ini juga memiliki kemampuan mengurangi efek samping kemoterapi dan bersifat antibakteri.
Tim peneliti dari Food Biotechnology Research Center (FBRC) Binus University yang dipimpin Prof. Dr. Nesti F. Sianipar telah mengembangkan keladi tikus melalui kultur jaringan sel in vitro sejak 2012. Penelitian ini berhasil menghasilkan tiga varietas unggul baru bernama Tipobio, Typonesiaraga, dan Binusantara 1.
“Memiliki nilai 10 kali lebih efektif sebagai bahan baku antikanker, terutama breast cancer,” ungkap Nesti dalam pertemuan dengan Dewan Guru Besar Binus University di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Uji Klinis Menunjukkan Hasil Menggembirakan
Ekstrak unggul keladi tikus Tipobio telah diuji terhadap sel kanker payudara (MCF-7) dan menunjukkan efek sitotoksisitas yang lebih tinggi dibandingkan tanaman asalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak ini dapat menyebabkan apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker dalam waktu 24 jam.
Temuan ini memberikan harapan baru dalam penanganan kanker payudara yang masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat Indonesia.
Menuju Komersialisasi
Saat ini, tim peneliti Binus telah menjalin kerja sama dengan industri farmasi dan sedang dalam proses pengurusan perizinan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Obat kanker berbahan keladi tikus ini rencananya akan dipasarkan dalam bentuk kapsul.
“Mudah-mudahan tahun depan Binus ulang tahun, kita sudah bisa konsumsi, izinnya sudah keluar dari Badan POM, kita langsung bisa konsumsi bagi penderita (kanker),” harap Nesti.
Inovasi ini diharapkan dapat menjadi alternatif pengobatan kanker yang lebih terjangkau dan efektif bagi masyarakat Indonesia.